Rabu, 24 Desember 2008

hasil wawancara "fashion branding"

Syahmedi Dean

(Chief Editor SOAP magz, writer, kontributor area magz, swankglossy, pengamat fesyen).


10 Desember 2008

Perbincangan ini di lakukan setelah jam makan siang, pukul 14.30 berlokasi di Plaza Senayan, bersama dengan Melani dan Dita.


Bram Martian (BM) : siang mas dean, saya bram. maaf mas agak telat. Sudah lama mas menunggu?

Syahmedi Dean (SD) : hi bram, belum kok saya juga belum lama.

(BM) : baik mas, kita langsung aja yah mas ke pertanyaan saya. Apakah mas Dean pernah mengunjungi Fashion First @ Senayan City?

(SD) : Sudah.

(BM) : Apa tanggapan mas Dean mengenai Fashion First @ Senayan City itu sendiri, sesuai dengan judul saya ”Promosi Fashion First @ Senayan City sebagai pembangun Brand” saya ingin membranding Fashion First agar bisa diterima oleh masyarakat, kebetulan Fashion First juga terbilang baru di indutri fesyen..

(SD) : Secara presentasi visual, masih tergolong biasa saja. Belum ada sesuatu yang berbeda. tetapi dari event2nya yang mereka buat membuat mereka menjadi inovatif bagi industri fesyen.

(BM) : Bisa dijelaskan sedikit arti dari fashion menurut mas dean?

(SD) : Satu bidang aktifitas manusia yang sejajar dengan bidang ekonomi, sosial, politik, sport, dll. Karena kalau membicarakan fashion ada elemen2 tersendiri yang terdapat di dalam fesyen tersebut. Jadi fesyen sangat luas kalau diartikan.

(BM) : Menurut mas Dean, apakah fesyen menjadi monopoli golongan tertentu saja?

(SD) : Fesyen ada di semua segmen, fesyen ada di semua level, semua orang membutuhkan fesyen. Hanya saja kebutuhan fesyen tiap segmen berbeda-beda, dan itu sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitar dan refrensi masing-masing. Tapi pada intinya semua segmen membutuhkan fesyen, karena ingin mendapatkan efek sosial.

(BM) : Menurut mas Dean apa arti Fashion Branding ?

(SD) : Pencitraan sebuah produk dalam bidang fesyen.

(BM) : Seberapa perlu Branding sebuah produk fesyen / brand fesyen ?

(SD) : Sangat perlu, karena sangat menyangkut kepada tingkat daya kenal dan daya jual terhadap produk / brand fesyen tersebut. Semakin orang mengenal, mengetahuinya maka brand itu semakin dikenal dan efeknya makin banyak orang yang akan mengkonsumsi produk fesyen tersebut.

(BM) : Menurut mas Dean fashion Branding yang terbilang sukses itu yang seperti apa?

(SD) : yang mudah dikenal, disukai, dan membuat ”nagih”. Contoh brand lokal yang bisa terbilang bagus brandingnya Hammer dan Country Fiesta. Sempat beberapa kali memuat iklan di majalah, dan sempat digandrungi di eranya.

(BM) : Apakah di Indonesia sudah ada desainer fesyen yang sudah melakukan fashion branding?

(SD) : Ada, beberapa desainer yang melakukannya tetapi hanya sesekali saja, tidak rutin. Biasanya mereka melakukan fashion branding tidak dengan sengaja. Biasanya dengan melakukan pemotretan di majalah, atau pakaian yang dikenakan oleh selebritis menghadiri sebuah gala event, dsb. yang secara tidak langsung akan mengangkat nama desainer tersebut.

(BM) : kalau begitu apa bedanya fashion branding dan fashion campaign mas?

(SD) : Beda, fashion branding lebih terfokuskan kepada produk brand yang akan dijual, sedangkan fashion campaign lebih kepada system bagaimana menjual produk tersebut.

(BM) : Setelah saya lihat2 refrensi dan beberapa iklan produk fesyen, kebanyakan digarap dengan media fotografi saja, kenapa begitu ya mas?apakah ada pendekatan lain yang bisa digunakan?

(SD) : Fesyen itu esensinya adalah visual, semua ujungnya pasti akan visual. experience terhadap brand fesyen itu ya dari visual, konsumen akan lebih memahami produk fesyen melalui bahasa visual, tidak perlu kata-kata. karena dalam fesyen visual berbicara. Kalau di persentasekan 90% visual 10% verbal. Bisa-bisa saja dengan pendekatan lain, tergantung dari tujuannya dan kebutuhan.

(BM) : Kalau begitu batasan / ketentuan apa saja yang harus diperhatikan untuk mempromosikan sebuah produk fesyen?

(SD) : Tidak ada ketentuan dan batasannya. Tetapi ada etikanya, tetap mengikuti norma-norma yang berlaku, SARA, RUUAPP, dan aturan-aturan yang dapat melanggar hukum lainnya harus diperhatikan.

(BM) : oh iya mas, apa sih yang melatarbelakangi sebuah konsep visual dari fesyen, seperti tema yang angkat diangkat?

(SD) : Biasanya fesyen sangat dekat dengan keseharian dan sekitar kita, rata2 isu yang akan diangkat yah isu yang sedang menjadi perbincangan banyak orang. misalnya saat ini orang membicarakan GLOBAL WARMING. Akhirnya Fashion First mengangkat tema Greener Nation.

(BM) : Pendekataan seperti apa yah mas yang paling pas untuk fesyen. Apakah deskriptif, persuasif, atau imaginatif?

(SD) : Menurut saya yang paling pas itu yang imaginatif menuju kearah deskriptif. Biarkan orang berpikir dan dapat mempersepsikannya sesuai dengan imaginasinya, tetapi tetap mengandung unsur persuasif sehingga konsumennya tahu informasinya juga..

(BM) : Kalau untuk musim fesyen di Indonesia gimana mas?

(SD) : Memang di luar ada empat musim, semester 1 (spring/summer) semester 2 (fall/winter) sedang di Indonesia hanya ada 2 musim saja. Tetapi untuk fesyen tetap mengacu kepada musim internasional. Kan judulnya nanti hanya koleksi spring/summer atau fall/winter saja, tetapi pengaplikasiannya akan berbeda. Mungkin kalau jaket musim dinginnya akan dibuat dengan bahan yang lebih tipis daripada di luar negeri, dsb. Dan biasanya kalau memasuki fall/winter suhu ruangan akan dibuat lebih dingin, sehingga orang akan terpancing untuk membeli koleksi fall/winter tersebut. Dalam fesyen indera di libatkan, tidak hanya penglihatan, tetapi rasa, pendengaran juga mempengaruhi. Semua yang ada di etalase toko semuanya diperhatikan.

(BM) : Menurut mas Dean, bagaimana perkembangan industri fesyen di Indonesia?

(SD) : Sudah sangat pesat, salah satu pendukungnya sudah banyak sekali media cetak yang terbit.

(BM) : apakah hanya dipengaruhi oleh media cetak saja mas..?

(SD) : tidak juga, selain media cetak (majalah, koran), internet dan pertelevisian juga sangat mendukung perkembangan fesyen di Indonesia. akan tetapi, pertelevisian sangat jarang memuat adanya iklan fesyen lebih banyak memuat berita (politik, ekonomi, sosial, dsb). dan sifatnya terlalu massal.

(BM) : Apa yang membedakan industri fesyen dalam negeri dan luar negeri?

(SD) : Industrinya sama, hanya kualitasnya saja yang berbeda. Daya tahan produknya lebih tahan lama. Produk luar biasanya melalui tahap riset terlebih dahulu, sebelum mengeluarkan sebuah produk. Kalau di Indonesia hanya melalui feeling saja, meraba-raba. Masyarakat Indonesia pada umumnya mau lebih diakui, sehingga mereka selalu mengacu kepada produk2 luar yang sudah punya brand.

(BM) : Menurut mas Dean, sebagai seorang yang memiliki background DKV. Apa saja yang perlu diperhatikan untuk logo produk fashion?saya sering kali melihat logo diterapkan dalam logotype bukan logogram, menagapa?

(SD) : Logo pada produk fashion harus mudah diingat, simple, dan bisa menjadi emblem strata social tertentu. harus jelas nama dari si produknya tersebut apa, karena nantinya akan mempengaruhi image si pemakai produk fesyen tersebut. Misal ”ZARA” orang dengan mudah mengenal dan mudah mengingatnya dan kalau memakai ZARA yah konsumen nantinya akan percaya diri.

(BM) : Apakah tagline dibutuhkan untuk sebuah brand fashion?

(SD) : Tergantung, untuk yang High End Brand tagline tidak terlalu dibutuhkan, karena segmennya juga sudah memiliki product knowledge. Untuk yang menengah dibutuhkan tagline untuk membantu penegasan ke point yang dituju, dan menjelaskan produk yang dijual seperti apa.

(BM) : pertanyaan terakhir saya mas..

Menurut mas dean strategi fashion branding yang efektif dan efisien seperti apa?

(SD) : semua strategi mungkin sama bagusnya, tetapi yang perlu diperhatikan intensitasnya. Seberapa sering mengiklankan. Jangan sesekali saja...


(BM) : terima kasih banyak mas untuk waktunya mas dean..

(SD) : Sama-sama bram, sukses yah tugas akhirnya...

Tidak ada komentar: